Pages

Sabtu, 15 Desember 2012

Dinosaurus Paling Awal Ditemukan

London (Reuters) - Para peneliti menemukan dinosaurus paling awal yang ada di Bumi bersembunyi di koridor Natural History Museum London.

Sebuah fosil misterius spesimen yang telah menjadi koleksi museum tersebut  selama puluhan tahun kini telah diidentifikasi kemungkinan besar sebagai dinosaurus paling awal yang hidup sekitar 245 juta tahun yang lalu, atau 10-15 juta tahun lebih awal daripada penemuan fosil dinosaurus yang sebelumnya.

Makhluk tersebut berukuran kira-kira sebesar anjing labrador dan diberi nama Nyasasaurus parringtoni yang diambil dari nama Danau Nyasa di selatan Afrika (saat ini disebut Danau Malawi). Nama “parrington” sendiri diambil dari nama Rex Parrington, peneliti Cambridge University yang mengumpulkan spesimen di sebuah situs dekat danau tersebut pada 1930-an.

"Penemuan tersebut dilakukan dengan cara yang sama sekali baru," ungkap Paul Barrett dari Natural History Museum, yang ambil bagian pada penelitian tersebut, seperti yang dikutip Reuters. "Penemuan itu menutup celah dalam catatan fosil dan mendorong kembali teori keberadaan dinosaurus."

Fosil di London tersebut dipelajari oleh para peneliti pada 1950-an, namun tidak ada kesimpulan yang tercapai dan tidak diterbitkan, kata Barrett. "Dinosaurus itu hanyalah menjadi misteri... Hewan itu hanya menjadi hewan mitos."

Dua  bagian tubuh dari fosil di London, juga dengan contoh yang sama di Iziko South African Museum di Cape Town, merupakan bukti kuat bahwa hewan tersebut bisa dikategorikan sebagai dinosaurus, kata para peneliti.

Jaringan tulang di lengan atas menunjukkan tanda pertumbuhan yang cepat, yang merupakan hal umum pada dinosaurus, dan mereka juga memiliki bagian tubuh yang dikenal sebagai mahkota deltopectoral memanjang yang terdapat di otot lengan atas — sebuah bagian yang unik dari dinosaurus.

"Meskipun kita hanya tahu Nyasasaurus dari fragmen fosil, anatomi tulang lengan atas dan pinggulnya memiliki bagian yang unik seperti pada dinosaurus, membuat kita yakin bahwa kita sedang berhadapan dengan hewan yang sangat dekat dengan nenek moyang dinosaurus," kata Barrett.

Para peneliti yakin bahwa Nyasasaurus berdiri tegak, tingginya satu meter hingga pinggul, panjang 2-3 meter dari kepala hingga ekor, dan berbobot mencapai 20-60 kg.

Ketika dinosaurus masih hidup, benua di dunia tergabung dalam suatu daratan luas yang disebut Pangaea, dan wilayah Tanzania, yang merupakan tempat fosil itu ditemukan, merupakan bagian dari Pangaea selatan yang mencakup Afrika, Amerika Selatan, Antartika dan Australia.

Ahli telah lama berteori bahwa pasti ada dinosaurus yang hidup di Bumi pada periode Pertengahan Triassic, yang berakhir sekitar 237 juta tahun yang lalu, namun hingga kini bukti tersebut masih ambigu, kata Sterling Nesbitt di University of Washington di Seattle yang memimpin penelitian dalam jurnal “Biology Letters”.

"Jika Nyasasaurus parringtoni yang baru ditemukan itu bukanlah dinosaurus yang paling awal, maka dinosaurus itu merupakan saudara yang terdekat dari dinosaurus pertama yang ada di bumi yang ditemukan sejauh ini," kata Nesbitt.

"Hal yang benar-benar spesial dari spesimen tersebut  adalah bahwa spesimen itu memiliki banyak nilai sejarahnya. Ditemukan pada 1930-an, pertama kali dijelaskan pada 1950-an... Sekarang, 80 tahun kemudian, kita merangkai semuanya secara bersama-sama."

Para peneliti merencanakan penelitian lapangan lebih lanjut di Tanzania untuk menemukan lebih banyak fosil dan membangun gambaran yang lebih baik dari anatomi hewan tersebut.

Lapisan Es Greenland Semakin Menipis

San Francisco – Lapisan es Greenland semakin menipis di bagian tepi, dan dapat segera terbuka di bagian utara. Demikian dilaporkan dari pantauan satelit dan penelitian udara terbaru yang dipresentasikan pada 4 Desember 2012 dalam pertemuan tahunan American Geophysical Union.

Tampilan yang luas menunjukkan lapisan es Greenland semakin menipis dalam 20 tahun terakhir, menurut laporan peneliti di pertemuan tersebut. Namun, secara regional, Greenland menunjukkan cerita yang lebih kompleks. 

Foto oleh Roger Braithwaite via NASA
Beberapa bagian penutup es raksasa, salah satu blok es terbesar di Bumi, mencair lebih cepat dari yang lain, tapi pada beberapa bagian terlihat semakin menebal, tutur para ilmuwan.

Greenland saat ini kehilangan sekitar 22 gigaton (22 kubik kilometer) es setiap tahun, tutur Beata Csatho, dosen di University of Buffalo di New York. Semua es yang mencair menaikkan ketinggian air laut global, dan es yang terus mencair akan berpengaruh pada peningkatan ketinggian air laut di masa depan.

Lapisan es di bagian utara secara khusus memberikan ancaman bahaya di masa depan karena semakin menipis. Bagian tepi timur laut menipis dengan cepat, berpotensi membuat sisa es bagian utara akan mencair, tutur Csatho. Lapisan es bisa mulai mengalir seperti sungai ke utara jika bagian tepi menipis cukup cepat.

Lapisan es bagian tenggara yang mencair juga semakin meningkat, tutur Csatho. Data itu berasal dari satelit dan kampanye IceBridge NASA, yang menerbangkan pesawat penuh dengan instrumen di atas Arktik dan Antartika.

Meski gletser Jakobshavn di barat daya terlihat stabil, para peneliti di University of Texas di Dallas menemukan bukti gletser itu menipis dengan cepat. Perubahan ketinggian berada di kisaran 0,17 inci (4,34 mm) per tahun di bagian luar gletser dari data IceBridge, selama empat tahun terakhir, tutur mahasiswa doktoral, Wenlu Qi.

Data dari laser altimeter menunjukkan bahwa lapisan es secara keseluruhan terus menipis meskipun hujan salju di Greenland meningkat setelah tahun 2000, tutur Bill Krabill, peneliti utama Airborne Topographic Mapper NASA dan seorang ilmuwan di Wallops Flight Facility di Wallops Island, Virginia.

"Ini adalah hal yang konsisten terjadi. Ada beberapa daerah yang semakin tebal, tapi setiap kali Anda melihat ke tepi Greenland, Anda melihatnya semakin menipis," katanya.

Krabill, yang terlibat dalam kampanye IceBridge NASA, mengatakan badan antariksa itu baru saja menyetujui untuk mengganti sayap pesawat P-3 untuk IceBridge. Misi IceBridge akan "terus memperluas jangkauan" setelah peluncuran ICESAT-2 untuk pengumpulan data spesifik dan validasi data ICESat-2, menurut penjelasan NASA kepada OurAmazingPlanet melalui Twitter. 

Pesawat P-3 yang sudah dimodifikasi melakukan misi penerbangan harian pada pertengahan Mei dari Thule menuju Kangerlussuaq, Greenland untuk mengukur es di laut dan darat.

Penelitian Lebih Lanjut Temukan Pohon Sequioa Raksasa

resno, California - Jauh di pedalaman Sierra Nevada, pohon sequoia raksasa General Grant terpaksa harus kehilangan gelarnya sebagai pohon tertinggi. Pohon yang pernah menduduki posisi nomor dua sebagai pohon terbesar di Bumi tersebut kini telah tergeser karena pengukuran yang paling komprehensif yang dilakukan pada  makhluk hidup terbesar di Bumi.

Posisi nomor dua kini ditempati oleh The President, pohon yang memiliki ukuran yang sangat besar hingga 1529,1 meter kubik, yang terletak tidak jauh dari General Grant di Taman Nasional Sequoia. 

Foto oleh Steve SillettSetelah 3.240 tahun, sequoia raksasa tersebut masih terus tumbuh dan semakin melebar dengan konsisten. Hal yang paling membuat para ilmuwan terpana adalah saat mengetahui bagaimana pohon sequoia dan redwood pesisir terpengaruh oleh perubahan iklim, dan apakah pohon-pohon tersebut memiliki peran untuk memerangi perubahan iklim itu.

"Saya menganggap pohon The President sebagai pohon terbesar di seluruh pegunungan di dunia," kata Stephen Sillett, seorang peneliti redwood, yang timnya dari Humboldt State University berusaha menilai potensi matematis pohon yang menjadi ikon California itu dalam menyerap karbondioksida (penyebab pemanasan global).

Para peneliti tersebut merupakan bagian program penelitian Redwoods and Climate Change Initiative yang telah dilakukan selama 10 tahun dan didanai oleh Save the Redwood League di San Francisco. Pengukuran pohon The President, seperti yang dilaporkan dalam National Geographic saat ini, mematahkan pendapat sebelumnya yang menyatakan bahwa pohon-pohon besar tumbuh lebih lambat pada usia tua.

Artinya, para ahli mengatakan, jumlah karbondioksida yang mereka serap selama proses fotosintesis terus meningkat selama masa hidup mereka.

Foto oleh Steve SillettSelain pengukuran yang mendetail pada setiap cabang dan ranting, tim juga mengambil 15 sampel inti selebar 0,5 cm dari The President untuk menentukan tingkat pertumbuhan. Sebelumnya, mereka mengetahui bahwa pertumbuhan pohon tersebut pernah terhambat pada cuaca dingin aneh pada 1580. Saat itu suhu di Sierra hampir mencapai titik beku bahkan di musim panas, dan pertumbuhan pohon-pohon di sana terhambat.

Tapi itu adalah sebuah anomali, kata Sillett. The President tumbuh sekitar satu meter kubik per tahun selama musim pertumbuhannya yang singkat selama enam bulan, membuatnya menjadi salah satu pohon dengan pertumbuhan tercepat di dunia. The President memiliki dua miliar helai daun, yang dianggap sebagian pohon yang paling banyak memiliki daun di dunia. 

Jumlah daun sebanyak itu juga akan membuatnya menjadi salah satu pohon yang paling efisien dalam mengubah karbondioksida menjadi gula yang bermanfaat selama proses fotosintesis.

"Kami tidak akan menyelamatkan dunia dengan strategi yang satu itu, tetapi nilai penting yang dimiliki pohon-pohon besar ini adalah kontribusi ini dan kami sedang berusaha untuk mendapatkan mengungkap rahasia di balik itu dengan menghitungnya," kata Sillett.

Setelah bekerja selama 32 hari dengan bergantung pada tali di tubuh pohon The President, Tim Sillett semakin dekat dalam mendapatkan perhitungan matematis untuk menentukan potensi konversi karbon, seperti yang telah mereka lakukan dengan beberapa redwood pesisir yang kurang terkenal. 

Namun pengukuran baru tersebut dapat menyebabkan perubahan tentang gelar pohon terbesar di wilayah sequoia raksasa tersebut. Nantinya taman harus memperbarui petunjuk dan brosur, serta seseorang nantinya harus memperbaiki informasi di Wikipedia untuk "Daftar sequoia raksasa terbesar," yang masih menempatkan The President di posisi ketiga.

Kini dengan lingkar batang mencapai 28,34 meter dan volume batang mencapai 1274,3 meter kubik, serta 254,85 meter kubik pada cabang-cabangnya, pohon yang namanya diambil dari Presiden Warren G. Harding tersebut, 15 persen lebih besar dari Grant, yang juga dikenal sebagai pohon Natal Amerika. Jika diiris satu per satu seukuran 30 cm kubik, The President mampu menutup sebuah lapangan sepak bola.

Sequoia raksasa tumbuh begitu besar dan begitu lama karena kayu pohon tersebut tahan terhadap hama dan penyakit yang bisa mempersingkat usia pada pohon lainnya, dan kulit tebalnya membuat pohon tersebut tahan terhadap api yang bergerak cepat.

Daya tahan itulah yang membuat sequoia dan sepupu mereka yang lebih tinggi, redwood pesisir, sangat penting untuk diberi perlindungan yang intensif, dan bahkan harus diperbanyak untuk menyerap karbon dari atmosfer yang semakin panas, ujar Sillett. Tidak seperti cemara putih, yang mudah mati dan membusuk dan mengirimkan kembali karbon pengurai ke udara, sequoia yang tahan pembusukan itu akan tetap utuh selama ratusan tahun setelah mereka tumbang.

Meskipun sequoia adalah pohon asli California, penjelajah awal yang datang, membawa bibit pohon tersebut kembali ke Kepulauan Britania dan Selandia Baru, tempat pohon sequoia yang berdiameter 5 meter dan merupakan pohon terbesar di dunia ditanam pada 1850. Sebagian penelitian yang dilakukan Sillett juga melibatkan pembuatan model potensi laju pertumbuhan hutan sequoia yang dibudidayakan untuk menentukan berapa banyak waktu yang dibutuhkan untuk meningkatkan karbon yang diserap.

Penelitian itu membawanya ke sebuah tempat di ketinggian 2133 meter di Sierra, dan The President, yang ia sebut sebagai "contoh utama dari sebuah pohon sequoia raksasa." Dibandingkan dengan pohon raksasa lain yang rusak oleh sambaran petir, mahkota The President sangatlah besar dengan cabang kekar yang sama besarnya dengan batang pohonnya.

Pohon terbesar di dunia masih dipegang oleh General Sherman dengan volume 56,63 meter kubik lebih besar dari The President, namun bagi Sillett itu bukanlah sebuah kontes.

"Pohon-pohon itu mencapai ukuran yang sangat besar dengan cara mereka sendiri," kata Sillett.

Rabu, 05 Desember 2012

Menguak Alur Waktu Pembangunan Stonehenge



Sebuah penemuan terbaru mengungkapkan bahwa masyarakat kuno kemungkinan membentuk banyak batu yang seperti tapal kuda di Stonehenge lebih dari 4600 tahun yang lalu, tetapi batuan “bluestone” yang lebih kecil didatangkan dari Wales kemudian.

Kesimpulannya akan diterangkan secara terperinci dalam jurnal “Antiquity” edisi Desember, yang menantang pendapat bahwa batuan yang kecil dikumpulkan terlebih dahulu.

“Alur waktu yang diajukan mengenai situs tersebut benar-benar keliru,” kata salah satu penulisnya, Timothy Darvill, seorang arkeolog di Bournemouth University, Inggris. “Ide aslinya yang menyatakan bahwa situs itu dibangun dengan batuan yang kecil lalu yang besar itu salah. Situs tersebut awalnya dibangun dengan batu yang besar dan tetap besar. Skema terbaru menempatkan batu yang besar di bagian tengah situs tersebut sebagai tahap awal.”

Urutan waktu, yang didasarkan atas metode statistik untuk mengaitkan waktu saat batu-batu tersebut ditempatkan, menimbulkan kesan bahwa masyarakat kuno menghabiskan ratusan tahun untuk membangun setiap wilayah Stonehenge. Sebaliknya, beberapa generasi nampaknya membangun bagian terbesar dari situs tersebut, kata Robert Ixer, seorang peneliti yang menemukan bluestone, namun tidak terlibat dalam penelitian tersebut.

“Ini adalah penlitian yang abadi dan sangat penting,” kata Ixer. “Kita harus kembali dan berpikir kapan batuan tersebut tiba.”



Monumen misteriusWiltshire, Inggris, tempat situs Stonehenge yang misterinya paling lama bertahan. Tidak seorang pun mengetahui mengapa manusia prasejarah membangun situs megalitikum yang membingungkan tersebut, meski demikian para peneliti selama bertahun-tahun berpendapat bahwa situs tersebut sebenarnya merupakan sebuah kalender matahari, simbol persatuan atau monumen penguburan.

Meski hanya tinggal beberapa batu saja yang masih bertahan, pada bagian pusat situs tersebut pernah ditempatkan sebuah batuan bluestone berbentuk oval atau batuan beku (yang dibentuk dari magma) yang berubah menjadi kebiruan saat basah atau mendingin. Di sekeliling batu tersebut terdapat lima batu paras megalitikum yang disebut trilithon, atau dua lempengan batu vertikal yang di atasnya diberi sebuah batu yang dibaringkan secara horizontal, yang disusun dengan bentuk tapal kuda. 

Di sekitar batu tapal kuda tersebut, masyarakat kuno membangun lingkaran yang dibuat dari batuan bluestone. Batu besar atau sarsen (kelompok batu-batu) dapat memiliki bobot sampai 40 ton sementara ukuran bluestone yang lebih kecil memiliki berat sekitar 4 ton. 

Para peneliti sebelumnya menyakini bahwa bluestone yang oval dan yang bulat disusun terlebih dahulu dibandingkan batu paras yang berbentuk tapal kuda.

Tetapi ketika Darvill dan koleganya memulai penggalian di situs tersebut pada 2008, mereka menemukan bahwa kronologi yang ada sebelumnya tidak cocok. Tim tersebut memperkirakan usia dari artefak baru dari situs tersebut, seperti alat pencungkil dari tanduk rusa yang terjepit di antara bebatuan. 

Menggabungkan informasi baru dengan penanggalan dari penggalian terdahulu, tim tersebut menciptakan alur waktu baru atas konstruksi Stonehenge.

Seperti para peneliti sebelumnya, tim tersebut yakin bahwa masyarakat kuno telah menggunakan situs tersebut pertama kali pada 5.000 tahun yang lalu, ketika mereka menggali dan membuat gundukan melingkar atau henge dengan diameter 110 meter.

Namun analisa terbaru menyatakan bahwa sekitar 2.600 SM manusia neolitikum telah membangun batu paras berbentuk tapal kuda, dan mengambil batu dari tambang batu terdekat. Baru kemudian mereka membangun bebatuan yang lebih kecil dengan menyusun dengan berbagai posisi di situs tersebut selama 1000 tahun ke depan, seperti yang dikatakan Darvill.

“Mereka mengambil bebatuan setempat terlebih dahulu, dan kemudian membawa bebatuan dari Wales untuk menambah kompleksitas strukturnya,” kata Darvill kepada LiveScience.

Tanggal terbaru tersebut membuat para arkeolog secara spesifik mencoba mencari kelompok manusia yang  tinggal di wilayah tersebut pada masa itu, kata Darvill. Orang-orang yang membangun struktur batu yang lebih besar adalah para peternak babi yang hanya bisa ditemui di kepulauan Inggris. 

Sebaliknya, orang yang membangun bluestone adalah orang Beaker, yang berternak domba dan sapi yang tinggal di sepanjang Eropa dan dikenal atas peninggalan tembikar mereka dengan bentuk khas seperti lonceng. 

Alur waktu yang baru tersebut menghubungkan semuanya bersama, ini memberi kita urutan waktu kejadian di luarnya, dan ini memberi kita sebuah tempat yang berkaitan dengan budaya dalam berbagai tahapan dalam konstruksi.

Gua Seram Menginspirasi Mitos Hades Yunani

Sebuah gua raksasa, yang mungkin jadi inspirasi mitos Yunani mengenai dunia bawah tanah Hades, ternyata dulu pernah didiami ratusan orang. Dengan begini, gua itu berpotensi menjadi salah satu desa prasejarah tertua dan paling penting di Eropa — sebelum runtuh dan membunuh semua manusia yang ada di bawahnya, kata peneliti.

Gianluca Cantoro, Foundation for Research and Technology, Hellas.Permukiman yang kompleks di gua ini menunjukkan bahwa, bersama dengan situs lain dari masa yang sama, awal zaman prasejarah Eropa mungkin lebih kompleks daripada yang diperkirakan sebelumnya.

Gua, yang terletak di selatan Yunani dan ditemukan pada 1958 itu, disebut Alepotrypa yang berarti "lubang rubah."

"Legenda mengatakan bahwa di sebuah desa di dekatnya, seorang pria sedang berburu rubah dengan anjingnya, dan anjing tersebut masuk ke lubang  dan pria itu kemudian mengikuti anjingnya dan akhirnya menemukan gua tersebut," kata peneliti Michael Galaty, seorang arkeolog di Millsaps College di Jackson, Mississippi. "Cerita tersebut  mungkin sangat samar, bergantung pada siapa Anda bertanya di desa itu, mereka mengatakan bahwa gua tersebut ditemukan oleh kakek mereka." 

Sebuah katedral prasejarah
Setelah penemuan gua tersebut, para pejabat di Yunani awalnya melihat gua tersebut sebagai objek wisata yang potensial. Namun, ketika arkeolog menyadari rahasia sejarah yang terkandung di dalamnya, mereka pun memimpin upaya untuk menjaga agar pariwisata tidak merusak situs dengan ceroboh.

Foto oleh Attila GyuchaRuang utama gua tersebut memiliki tinggi sekitar 60 meter dan lebar sekitar 100 meter. Secara keseluruhan, panjang gua tersebut hampir mencapai 1000 meter, cukup besar untuk memiliki danau (tempat penjelajah terkenal Jacques Cousteau pernah menyelam).

"Jika Anda pernah menonton film 'The Lord of the Rings,' gua itu mungkin akan mengingatkan Anda pada tambang Moria, gua tersebut sangat mengesankan," kata Galaty kepada LiveScience.

Penggalian yang telah berlangsung sejak 1970 di Alepotrypa telah menemukan beberapa perkakas, tembikar, obsidian dan bahkan artefak perak dan tembaga yang berasal dari zaman Neolitikum atau Zaman Batu Baru, yang di Yunani dimulai sekitar 9.000 tahun yang lalu.

"Alepotrypa ada tepat sebelum Zaman Perunggu di Mycenaean Yunani, sehingga kita seperti melihat awal dari sesuatu yang berhubungan dengan zaman kepahlawanan di Yunani," ungkap Galaty.

Penghuni gua tampaknya menggunakan gua tidak hanya sebagai tempat berlindung, tetapi juga sebagai kuburan dan tempat ritual.

"Anda bisa membayangkan tempat obor, penuh dengan orang-orang yang menyalakan api unggun dan mengubur orang mati," kata Galaty. "Hal itu mirip seperti katedral prasejarah, sebuah situs ziarah yang menarik orang-orang dari seluruh wilayah dan mungkin dari tempat yang lebih jauh."

Gua permukiman
Gua tersebut tampaknya mengalami serangkaian pengerjaan dan kemudian diabaikan.

"Alepotrypa berada di tempat yang sempurna untuk menghalau perdagangan laut dari Afrika sampai ke Laut Tengah bagian timur, yang berada tepat di ujung selatan Yunani," ujar Galaty.

Foto oleh Michael GalatyGua tersebut tiba-tiba tidak berpenghuni lagi, saat pintu masuknya runtuh sekitar 5.000 tahun yang lalu, mungkin akibat gempa bumi, sehingga mengubur hidup-hidup para penghuni.

"Gua tersebut merupakan tempat yang menakjubkan, kita bisa samakan seperti Pompeii pada zaman Neolitikum," kata Galaty, merujuk ke kota Romawi kuno Pompeii, yang terkubur ketika gunung Vesuvius meletus hampir 2.000 tahun yang lalu. Abu kemudian mengubur dan mengawetkan Pompeii, dan proses penggalian di sana memberikan para arkeolog pandangan yang sangat rinci dari kehidupan pada waktu itu. 

Dalam kejadian yang hampir sama, runtuhnya gua untuk terakhir kalinya meninggalkan segala sesuatu yang pernah ada tetap pada tempatnya di Alepotrypa, seluruhnya tertimbun lapisan mineral seperti mutiara selama bertahun-tahun.

Menariknya, orang-orang pada saat itu tampaknya melakukan penguburan di gua tersebut serta melakukan ritual seperti membakar sejumlah besar kotoran dan menyimpan sejumlah besar gerabah berwarna dan bercat bagus.

"Tempat pemakaman dan ritual tersebut benar-benar membuat gua tersebut memiliki suasana dunia kematian. Sama seperti Hades, lengkap dengan Sungai Styx," tambah Galaty, merujuk pada sungai yang dalam mitos Yunani yang berperan sebagai batas antara alam fana dan dunia kematian. 

Arkeologi Alepotrypa
Selama sekitar 40 tahun, penggalian di Alepotrypa sebagian besar dikerjakan sendiri oleh arkeolog Yunani Giorgos Papathanassopoulos. Dalam tiga tahun terakhir, Papathanassopoulos telah menghubungi arkeolog lain, yang telah membantu mengungkap wawasan baru di situs tersebut.

Misalnya, hasil survei di sekitar gua kini menunjukkan terdapat permukiman di luar gua. Secara keseluruhan, ratusan orang mungkin pernah tinggal di lokasi tersebut pada masa kejayaannya, sehingga membuatnya menjadi salah satu desa Neolitikum terbesar dan paling kompleks di Eropa.

Selain itu, analisis oleh para peneliti Panagiotis Karkanas di Ephoreia of Paleoanthropology and Speleology of Southern Greece di Athena dan rekan-rekannya mengonfirmasi bahwa ritual yang di sana memang sering dilakukan.

Masih banyak hal yang belum diketahui tentang gua tersebut. Misalnya, "kita tidak tahu seberapa dalam deposit yang ada dalam gua tersebut. Bisa saja, mungkin kita akan menemukan manusia Neanderthal di bawah sana," kata Galaty. "Pada ceruk di sampingnya, Anda menemukan artefak Neanderthal di gua tersebut, sehingga rasanya sulit untuk meyakini bahwa tidak akan ada bukti lain di Alepotrypa. Kami hanya belum menggali cukup dalam untuk menemukannya."

Analisis kimia terhadap tembikar juga dapat menjelaskan mengenai asal-usulnya.

"Giorgos Papathanassopoulos selalu berpendapat bahwa tembikar tersebut bukan berasal dari situs tersebut, tetapi berasal dari tempat lain, dan gua tersebut  merupakan semacam tempat ziarah tempat orang-orang berpengaruh dimakamkan. Hal tersebut mengarahkan gagasan fantastis bahwa gua tersebut adalah pintu masuk sebenarnya ke Hades, itulah sumber ketertarikan bangsa Yunani dengan dunia kematian," kata Galaty.

Analisis kimia terhadap tulang dapat menghasilkan kesimpulan yang sama. "Apakah orang-orang pada zaman itu benar-benar membawa jasad dari tempat yang jauh untuk dikuburkan?" ungkap Galaty.

Situs tersebut, bersama dengan situs lainnya di Eropa, mungkin dapat membantu memastikan bahwa masyarakat yang kompleks muncul lebih awal dari yang sebelumnya diperkirakan di benua tersebut.

Ikan Gua Tanpa Mata dan Sisik Ditemukan


Seekor ikan yang habitatnya di gua ditemukan di sebuah kepulauan kecil di Ha Long Bay Vietnam, menurut grup konservasi Fauna & Flora International. Ikan ini tidak memiliki mata dan sisik.


Foto: Rachel Austin/FFI
Ikan baru itu diberi nama Draconected narinosus, yang berasal dari bahasa Yunani drakon yang artinya naga dan nectes yang artinya perenang, serta bahasa Latin narinosus, yang berarti memiliki lubang hidung besar.

Tidak memiliki mata dan sisik sebenarnya adalah sebuah adaptasi yang lumrah bagi hewan-hewan yang berevolusi dalam kegelapan gua-gua kapur yang dalam. Seperti ikan gua lainnya, D. Narinosus memiliki keterbatasan hidup di air tawar, yang berarti ikan ini mungkin terbatas hanya ada di sistem gua bawah tanah di Van Gio Island, tidak bisa berenang ke lautan di sekitarnya.

Para peneliti dari Fauna & Flora International mengatakan adalah luar biasa ikan ini bisa bertahan hidup di habitat kecil dan berbahaya seperti itu. Van Gio Island adalah sebuah formasi di Ha Long Bay dengan lengan yang panjang dan sempit yang memiliki lebar maksimum hanya 400 meter. Selain itu, danau air tawar di gua tempat ikan itu ditemukan hanya berjarak 200 meter dari lautan.


Para ilmuwan masih belum mengetahui apakah ada spesies serupa di pulau-pulau sekitarnya, atau apakah ikan itu hanya spesies satu-satunya dari genus yang masih bertahan hidup. (Draconectesis adalah genus terbaru).
 
Copyright 2012 Hachiko ♥ . Powered by Blogger
Blogger by Blogger Templates and Images by Wpthemescreator
Personal Blogger Templates